Entah mengapa, Sosok Itu memperhatikan bahwa dengan adanya wabah Covid-19 ini jumlah masyarakat yang peduli akan kesehatan tubuh makin meningkat. Apa karena mereka takut ke rumah sakit? Pengamatannya didasarkan pada aktivitas warga yang tinggal di Komplek GBA Barat Ciganitri, tempatnya tinggal.
Hasilnya, makin banyak warga yang senang berolahraga. Ada yang senang berjalan berkeliling komplek, berlari-lari kecil, bersepeda, atau bahkan hanya sekadar berjemur saja. Alhamdulillah momen ini patut disyukurinya karena menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang peduli pada kesehatannya.
Ya, hal ini dikarenakan adanya info bahwa tubuh yang sehat akan menguatkan imunitas. Imunitas yang kuat tentu akan mampu menangkal serangan virus Corona. Kuncinya itu. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah … seberapa amankah berolahraga di luar rumah saat pandemi seperti ini?
Apalagi dengan adanya Pergub DKI Jakarta No. 33 Tahun 2020 yang tidak memperbolehkan adanya kegiatan di tempat atau fasilitas umum di Jakarta. Dilansir dari detikcom pada hari Kamis (9/4/2020), disebutkan bahwa pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini ternyata ada sejumlah kegiatan yang dikecualikan.
Salah satunya adalah kegiatan olahraga secara mandiri. Meski begitu tetap ada batasannya, yaitu hanya boleh dilakukan di sekitar rumah. Setiap negara menerapkan kebijakan berbeda soal berapa jarak yang aman jika kita ingin beraktivitas atau berolahraga di luar. Kebanyakan menerapkan jarak 1-2 meter. Ini berdasarkan pengalaman.
Namun kenyataannya jarak ini hanya efektif ketika masing-masing orang sedang diam dan pada kondisi kecepatan angin sedang rendah (tidak ada angin). Jadi … kalau ada yang berjalan, berlari, atau bersepeda, berdasarkan tulisan Jurgen Thoelen yang dimuat pada mediumcom tanggal 8 April, maka droplet bersin/batuknya tetap akan tertinggal di udara.
Oya, droplet adalah cairan tubuh manusia (partikel saliva) yang keluar dari mulut/hidung. Droplet ini bisa terpercik/keluar saat seseorang berbicara, bersin, atau batuk dimana ukurannya begitu kecil sehingga bisa terbawa oleh angin. Kumpulan droplet inilah yang disebut awan droplet.
Nah, berdasarkan hasil penelitian dari KU Leuven (Belgia) dan TU Eindhoven (Belanda), otomatis orang yang berada di belakangnya akan melewati awan droplet tersebut. Hasil penelitian di atas diujicobakan pada dua kondisi, tepat di belakang (satu garis) atau diagonal. Agar mudah diteliti, droplet dibuat agar tampak terlihat dalam grafik animasi.
Memang benar kalau droplet akan tampak terlihat jelas dalam jumlah yang banyak saat seseorang sedang bersin atau batuk. Namun penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang sedang berbicara atau hanya bernafas saja ternyata bisa mengeluarkan droplet, meski jumlahnya kecil. Titik-titik merah menunjukkan partikel yang berukuran besar.
Meski ia memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi tetapi partikel besar ini cepat jatuh ke bawah. “Pada saat seseorang berlari dan menembus awan droplet tersebut, droplet ternyata bisa menempel pada pakaiannya,” ujar Profesor Bert Blocken. Ini yang patut digarisbawahi.
Itulah mengapa setelah melakukan aktivitas/olahraga di luar, alangkah baiknya jika pakaian yang dikenakan langsung dicuci. Pada simulasi yang melibatkan dua orang ketika berjalan/berlari dengan kondisi tidak ada angin, orang yang berada pada posisi diagonal dari orang pertama di depannya memiliki tingkat kontaminasi yang rendah.
Pada kondisi tepat di belakang orang pertama, tingat kontaminasinya menjadi tinggi. Jadi kesimpulannya adalah … saat berjalan atau berlari, lebih baik tidak berada tepat di belakang seseorang. Apalagi kalau ada riwayat cinta hehehe. Lalu, berapa jarak yang aman saat berjalan/berlari jika berada dalam satu garis lurus?
Ternyata adalah 4-5 meter kalau sedang berjalan dan 10 meter kalau sedang berlari atau bersepeda santai. Kalau bersepeda dengan kecepatan tinggi, lebih baik dijaga jaraknya sampai 20 meter lebih. Jangan lupa menerapkan rumus SMART yaitu Solo (sendiri), Mask (pakai masker), Aware, Route, dan Timing.[]
0 Comments