Bismillah ... izinkan sosok itu menulis artikel yang rada serius, ya. Hal ini berkenaan dengan kegelisahan dirinya atas beberapa status di media sosial yang cenderung memberikan energi negatif bagi yang membacanya. Benar bahwa roda kehidupan itu selalu berputar, dan kehidupan seseorang bisa berada di atas, di tengah, atau di bawah. Benar pula bahwa menulis status adalah hak prerogatif pemiliknya. Namun manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang saling berinteraksi. Dan media sosial ini adalah sarana berinteraksi yang siapa pun berhak suka atau tidak suka.
Siapa pun boleh berkeluh kesah di media sosial, apalagi berbagi kebahagiaan. Semua dibebaskan dan diserahkan kepada masing-masing individu. Tidak ada yang melarang ataupun membatasi. Hanya saja media sosial bukanlah media tanpa batas. Ada batas imajiner di sana yang didasari oleh keilmuan dan keagamaan. Sebenarnya sama saja saat kita berinteraksi langsung dengan seseorang di dunia nyata. Ada tata krama dan ada peluang untuk saling menghormati atau memberikan empati. Hanya saja semua itu dalam dimensi teks, gambar, dan video.
Izinkan sosok itu bercerita tentang seorang kawan yang dulunya adalah seorang OB. Ya, office boy alias tukang bersih-bersih dan pesuruh di kantor. Pendidikannya pun hanya lulusan SMP. Jam kerjanya luar biasa. Pada saat langit masih gelap, ia sudah beraktivitas di kantor, sementara mayoritas karyawan masuk pada pukul delapan atau bahkan telat. Saat mayoritas karyawan sudah kembali pulang, ia masih beraktivitas memastikan lingkungan kantor sudah bersih kembali. Meski demikian, gajinya bisa jadi paling rendah.
Sang OB tidak menyerah pada keadaan. Saat waktu luang, ia meminta tolong pada karyawan yang baik hati untuk mengajarinya ilmu komputer dan desain. Di luar kantor, ia belajar giat demi ujian persamaan tingkat SLTA. Hingga akhirnya kesempatan itu datang, ada penerimaan karyawan di bidang desain. Ia ikut mengajukan diri, dan alhamdulillah lolos. Bertahun-tahun kemudian, ia membuktikan diri dan berhasil menjabat sebagai supervisor. Salah satu prestasinya adalah mendapatkan reward ke Singapura dan Turki.
Masya Allah ya. Sosok itu juga memiliki kawan yang dulunya juga OB dan kini dipercaya sebagai sekretaris chairman. Kalau mau menengok ke belakang, sosok itu pun pernah menjabat sebagai staf koperasi yang kerjaannya belanja keperluan karyawan dan beberapa kali diminta memasak mie instan untuk karyawan lain. Dia pernah pula bekerja berkeliling komplek dengan pakaian mirip seragam Pertamina untuk menawarkan apakah kompor gas di rumah baik-baik saja, lalu ujung-ujungnya jualan karburator dan selang gas.
Intinya adalah ... setiap orang memiliki jalan kehidupan yang berbeda-beda. Ada yang sudah berhasil, tetapi ada juga yang masih berjuang di bawah. Ada yang menunjukkannya di media sosial, tetapi ada juga yang menyembunyikannya. Media sosial itu indah karena mayoritas dari penggunanya pandai menyembunyikan kekurangan atau kelemahannya. Status para penggunanya memberikan energi positif pada setiap orang yang membacanya. Kebahagiaan mereka bisa jadi untuk menutupi kesedihan yang dialaminya.
Sebagai seorang Muslim, kita pun dilarang untuk menghujat diri sendiri. Kita dilarang untuk merasa sebagai orang yang paling miskin, merasa sebagai orang yang selalu gagal, merasa sebagai orang yang selalu saja ditimpa musibah. Bukankah Allah Swt. telah berfirman, "Aku sesuai persangkaan hamba-Ku (HR. Bukhari dan Muslim)." Jangan sampai keluh-kesah yang dituliskan di media sosial malah menjadi doa. Na'udzubillah. Bagi yang membacanya, tentu akan memberikan energi negatif.
Masih ingat dengan status sosok itu tentang tiga keponakannya yang berhasil masuk PTN? Ya, mereka adalah Rahma yang berhasil masuk ke UPI lewat jalur SBMPTN, Ina yang berhasil masuk ke Untirta dan Nala yang berhasil masuk ke UGM. Keduanya berhasil lulus lewat jalur SNMPTN. Bukan kebetulan kalau ketiganya adalah perempuan. Tentu akan menjadi berita yang membahagiakan saat dipasang di status. Dampaknya jelas, akan memberikan energi positif bagi yang membacanya. Kebahagiaan ini pun insya Allah akan menular.
Hanya saja sosok itu tidak menuliskan lebih lanjut bahwa ketiganya adalah anak-anak yatim. Benar. Rahma sudah yatim sejak di bangku SMP. Ina menjadi yatim saat masih duduk di kelas 1 SMU, lalu akhirnya harus keluar dari Pesantren Gontor karena jarak yang jauh dan otomatis biaya pun membengkak. Nala baru saja yatim sehari setelah namanya dinyatakan lulus masuk UGM. Ayah Rahma dan Ayah Nala bersaudara kandung. Ayah Nala adalah kakak ipar sosok itu, sedangkan Ayah Ina adalah kakak kandung sosok itu.
Sahabat semua ... bersyukurlah dengan apa yang kita miliki sekarang ini. Kita masih diberi kehidupan. Kita masih diberi keimanan. Kita masih diberi kesehatan. Kita masih diberi keluarga yang lengkap dan kawan yang baik. Kita masih diberi keterampilan yang bisa jadi begitu istimewa. Kita masih dikelilingi tetangga yang insya Allah baik dan soleh. Itu semua adalah modal kita. Percayalah bahwa kita masih lebih baik dibandingkan orang lain, seburuk apapun kondisi kita saat ini. Allah Swt. cuma menitipkan dua harta saja untuk kita pegang, yaitu sabar dan ikhlas.
Orang yang sabar adalah orang yang mampu menyembunyikan perasaan sedihnya, dan mereka senantiasa mengukir senyuman dengan ikhlas. Media sosial tidak akan seindah pelangi jika isinya adalah status yang berenergi negatif. Pelangi selalu memberikan energi positif bagi yang melihatnya, meski penciptaannya dimulai dari hujan lebat yang bisa jadi telah memporak-porandakan lingkungan dengan banjir atau tanah longsor. Hayuk ah terus berproses dan berusaha dengan modal yang sudah kita miliki saat ini. Bismillah.[]
10 Comments
Setuju sekali bang aswi :). Aku termasuk yg ga mau memakai medsos ku untuk hal2 negatif, ntah itu kesedihan, ATO kemarahan. Masalah2 yang ada, biarlah jadi urusan di belakang layar. Kalo mau ngadu, aku prefer diskusiin itu ke suami ato ke Tuhan sekalian. Ga perlu diumbar kemana2.
ReplyDeleteKarena aku juga ga kepengin jadi toxic buat orang lain. Orang yang membaca bisa jadi malah risih, dan ujung2nya malah memblock aku dari list friends nya . Jangan sampe kayak gitulah.
Benar, kita harus bijak dalam bermedia sosial. Harus yang bisa memberi manfaat ^_^
DeleteSemenjak pertama kali ada Medsos dan bergabung di dunia digital marketing makin menguatkan kalo medsos adalah personal branding tempat untuk pekerjaan sambil bermain, bersenang-senang dan berbagi kebahagiaan, menularkan positif vibes dan berbagi manfaat bagi sekitar.
ReplyDeleteKalo pun ada yang toxic people di cirlcleku, terima kasih darinya pun aku banyak belajar, agar kelak ku tak seperti begitu. Cus ahh spread positive vibes!
Semoga saja kisah2 seperti teman abang yang OB kini telah berhasil menjadikan kita untuk selalu giat bekerja. Tak ada orang sukses tanpa pengorbanan dan keuletan. Semoga openuh berkah
Iya, saya yakin masih banyak orang-orang hebat di luar sana yang berjuang dari nol, bekerja dengan penuh semangat ^_^
DeleteBetul sekali Bang. Saya pribadi pun lebih senang melihat status atau foto-foto teman sosmed saya yang selalu pamer kebahagiaan dibandingkan teman sosmed yang kerjaannya menulis status mengeluh atau marah-marah.
ReplyDeleteBetul, kan. Energi positif dari medsos itu membuat gairah positif kita semakin membara #halah
DeleteKalau medsos hanya dipenuhi berita - berita negatif atau hoaks, misinformasi dan disinformasi, sebenernya yang rugi ya kita juga.. better fill it in with more positive vibes
ReplyDeleteBetul, Teh. Itulah intinya ^_^
DeleteAku kadang juga suka kesel kalau ada orang yang kerjaannya ngeluuuhh mulu di social media. Tapi kadang ya biasa aja. Karena kalau aku telaah, biasanya orang2 yang kayak gitu kayak kesepian atau nggak punya teman berkeluh kesah di dunia nyata. Malah kasihan sih walaupun emang jatuhnya nyampah banget di medsos.
ReplyDeleteMakanya dengan tulisan ini ya sekadar saling mengingatkan saja ^_^
Delete